Malu dan Keutamaannya

InsyaAllah, ini adalah entri penutup tirai 2010. Semoga entri ini akan membuat kita semakin malu akan dosa-dosa telah kita lakukan dan mungkin juga akan kita lakukan untuk hari-hari seterusnya. Diharapkan perkongsian ini boleh menyedarkan kita akan tahap keimanan kita sebagai hambaNya. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk itu datangnya dari Allah juga tapi disandarkan akan kelemahan saya sendiri sebagai seorang manusia..


Dari Ibnu Umar (semoga Allah meredhai keduanya) bahwa Rasulullah SAW bertemu seseorang di antara kaum Ansar yang sedang menasihati saudaranya terkait sifat malu, (kerana ia begitu pemalu hingga banyak hak-haknya yang tidak terpenuhi, maka saudaranya itu pun marah). Melihat itu, Rasulullah SAW bersabda:

“Biarkan ia (dengan sifat malunya itu) sebab malu itu sebahagian dari keimanan.”  
(HR. Al-bukhari dan Muslim).

Dari Imran bin Hushain (semoga Allah meredhai keduanya) yang berkata bahawa Rasulullah SAW bersabda:

“Malu itu tidak akan mendatangkan (sesuatu), kecuali kebaikan.” 
(HR. Al-bukhari dan Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Muslim, Rasulullah SAW bersabda:

“Malu itu semuanya adalah kebaikan.”

Dari Abu Hurairah (semoga Allah meredhainya) bahawa Rasulullah SAW bersabda:

“Iman itu memiliki tujuh puluh tiga lebih atau enam puluh tiga lebih cabang. Sedang yang paling utama (tinggi) adalah ucapan ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah’; sementara yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan (batu, duri, kotoran, dll) dari jalan. Dan malu itu merupakan cabang dari keimanan.” (HR. Al-bukhari dan Muslim).

Dari Abu Sa’id al-Khudri (semoga Allah meredhainya) yang mengatakan:

“Rasulullah SAW lebih pemalu dari pada perawan yang sedang dalam kamar peribadinya. Ketika beliau melihat sesuatu yang dibencinya, maka kami melihat hal itu dari wajahnya.”  
(HR. Al-bukhari dan Muslim).

Para ulama mengatakan bahawa hakikat malu adalah tabiat (kebiasaan) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan atau apapun yang buruk, keji dan cabul, serta mencegahnya dari mengabaikan hak orang lain.

Abu Qasim al-Junaidi (semoga Allah merahmatinya) berkata: “Malu adalah melihat berbagai kenikmatan dan melihat buruknya lalai terhadap perkara yang buruk, keji dan cabul. Kemudian dari keduanya itulah akan lahir suatu keadaan yang disebut dengan al-haya’, malu.” (Imam Nawawi, Riyadhush Shalihin, hlm. 145).

Sumber:  www.hizb-ut-tahrir.info, 16/11/2010.
Diambil dari : http://hizbut-tahrir.or.id/2010/11/22/nafaits-tsamarat-malu-dan-keutamaanya/


Malu seperti kucing.. wee.. 
Tak minat kucing macam si comel Ilham.


Mungkin artikel ini sesuai untuk tajuk saya pada hari ini.
Semoga kita mendapat ibrah 
dan berfikir dengan kritis tentang pemimpin-pemimpin umat Islam.
Sila klik pautan di bawah.

2 comments:

  1. kalau tak tau malu, buatlah sesuka hati kamu...

    ReplyDelete
  2. Pengajaran yang baik dikongsi. Semoga melalui tahun baru yang bermanfaat. ;)

    ReplyDelete

Syukran for your nice comment. Please leave your comment again!!! (^_^)

 

Copyright © 2013 | Wanita Mustanir | by Cik Bulat