Kata infak adalah kata serapan dari bahasa Arab: al-infaq. Kata al-infaq adalah mashdar (gerund) dari kata anfaqa–yunfiqu–infaq[an]. Kata anfaqa sendiri merupakan kata bentukan; asalnya nafaqa–yanfuqu–nafâq[an] yang artinya: nafada (habis), faniya (hilang/lenyap), naqasha (berkurang), qalla (sedikit), dzahaba (pergi), kharaja (keluar).Karena itu, kata al-infaq secara bahasa bisa berarti infad (menghabiskan), ifna’ (pelenyapan/pemunahan), taqlîl (pengurangan), idzhab (menyingkirkan) atau ikhraj (pengeluaran).
1) Kata al-infaq pada galibnya digunakan untuk harta, meski menurut ar-Raghib bisa digunakan untuk harta maupun yang lain. Jika dikatakan anfaqa malahu (ia menginfakkan hartanya) artinya afnahu wa anfadahu (ia menghabiskan dan melenyapkan hartanya).Harta itu habis karena ia keluarkan untuk keperluannya.An-Nawawi berkata,
2) “An-Nafaqah berasal dari al-infaq yang artinya adalah ikhraj (pengeluaran).” Al-Qurthubi dan ar-Razi mengatakan,
3) “Al-Infaq adalah ikhraj al-mal min al-yadd (pengeluaran harta dari tangan/kepemilikan).Karena hartanya habis dan lenyap maka seseorang itu bisa menjadi miskin. Jika dikatakan, “Anfaqa ar-rajulu,” artinya, “Iftaqara wa dzahaba maluhu” (Ia menjadi miskin dan hartanya habis/hilang).
4) Para ulama mengertikan al-infaq berputar pada pembelanjaan atau pengeluaran harta. Di dalam al-Qamûs al-Fiqhi, misalnya, al-infaq diartikan sebagai badzlu al-mal (pembelanjaan harta).
5) Dalam Mu‘jam Lughah al-Fuqaha’, selain diartikan badzlu al-mal, al-infaq juga diartikan sebagai pembelanjaan harta dalam hal keperluan-keperluan pokok atau yang lain, termasuk di antaranya infak (nafkah) seorang suami kepada isterinya.
6) Ar-Razi dalam tafsirnya mengatakan, “Ketahuilah bahwa al-infaq adalah pembelanjaan harta untuk berbagai aspek kepentingan.” Al-Minawi, mengutip Ibn al-Kamal, menyatakan bahawa al-infaq adalah pembelanjaan harta dalam suatu keperluan.
7) Al-Jurjani juga mendefinisikan al-infaq sebagai pembelanjaan harta untuk suatu keperluan.
8) Jadi al-infaq adalah pembelanjaan atau pengeluaran khususnya harta.Pembelanjaan itu tidak lain adalah pengeluaran harta dari kepemilikan kita. Al-Quran menyebutkan kata anfaqa dan bentukannya sebanyak 72 kali.Semuanya menggunakan makna bahasa di atas. Yang dominan adalah makna pembelanjaan harta. Dari semua itu kata al-infaq hanya dinyatakan satu kali. Allah Swt. berfirman:
Katakanlah, “Seandainya kalian menguasai berbagai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan, karena takut al-infaq.” Manusia itu sangat kikir. (QS al-Isra’ [17]: 100).
Ibn Abbas menafsirkan kata al-infaq dalam ayat tersebut dengan al-faqru (kemiskinan). Qatadah menafsirkannya al-faqah (kemelaratan/ketiadaan).Mayoritas mufassir memilih kedua penafsiran tersebut. Adapun menurut al-Baydhawi dan an-Nasafi, khasyyah al-infaq maknanya takut akan lenyap (al-fana’) atau habis (an-nafad) karena di-infaq-kan(dibelanjakan).
9) Al-Quran menggunakan kata infaq dalam arti pembelanjaan atau pengeluaran harta secara mutlak, tanpa sifat tertentu, baik pembelanjaan sesuai dengan ketentuan Allah maupun yang disertai riya’ (QS al-Baqarah [2]: 264; an-Nisa’ [4]: 38); bahkan pembelanjaan untuk menghalangi orang dari jalan Allah (QS. al-Anfal [8]: 36). Semuanya diungkapkan dengan lafaz infaq. Al-Quran tidak pernah menyatakan kata infaq secara berdiri sendiri. Sebaliknya, al-Quran selalu mengaitkan kata infaq dengan indikasi-indikasi (qarinah) yang menjelaskan maknanya. Hal itu mengindikasikan bahwa kata infaq tidak memiliki makna syar‘i.
Panduan Menginfakkan Harta
Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfak atau membelanjakan harta.Allah dalam banyak ayat dan Rasul saw. dalam banyak hadis telah memerintahkan kita agar menginfakkan (membelanjakan) harta yang kita miliki.Allah juga memerintahkan agar seseorang membelanjakan harta untuk dirinya sendiri (QS at-Taghabun: 16) serta untuk menafkahi isteri dan keluarga menurut kemampuannya (QS ath-Thalaq: 7). Dalam membelanjakan harta itu hendaklah yang dibelanjakan adalah harta yang baik, bukan yang buruk, khususnya dalam menunaikan zakat (QS al-Baqarah [2]: 267). Bahkan Allah Swt. berfirman:
Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna) sebelum kalian menafkahkan sebahagian harta yang kalian cintai. Apa saja yang kalian nafkahkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS Ali Imran [3]: 92).
Kemudian Allah menjelaskan bagaimana tatacara membelanjakan harta. Allah Swt. berfirman tentang karakter ’Ibadurrahman:
Orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak israf dan tidak (pula) iqtar (kikir);adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqan [25]: 67).
Allah Swt. juga berfirman:
Berikanlah kepada keluarga-keluarga dekat haknya, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (QS al-Isra’ [17]: 26).
Ibn Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir menafsirkan israf (foya-foya) sebagi tindakan membelanjakan harta di dalam kemaksiatan meski hanya sedikit. Israf itu disamakan dengan tabdzir (boros).Menurut Ibn Abbas, Ibn Mas‘ud dan jumhur mafassirin, tabdzir adalah menginfakkan harta tidak pada tempatnya.Ibn al-Jauzi dalam Zad al-Masîr mengatakan, Mujahid berkata, “Andai seseorang menginfakkan seluruh hartanya di dalam kebenaran, ia tidak berlaku tabdzir. Sebaliknya, andai ia menginfakkan satu mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabdzir.”
Adapun iqtar maknanya adalah menahan diri dari infak yang diwajibkan atau menahan diri dari infak yang seharusnya. Asy-Syaukani, mengutip ungkapan an-Nihâs, menyatakan, “Siapa saja yang membelanjakan harta di luar ketaatan kepada Allah maka itu adalah israf; siapa yang menahan dari infak di dalam ketaatan kepada Allah maka itu adalah iqtar (kikir); dan siapa saja yang membelanjakan harta di dalam ketaatan kepada Allah maka itulah infak yang al-qawam.”
10) Jadi, yang dilarang adalah israf dan tabdzir,yaitu infak dalam kemaksiatan atau infak yang haram. Infak yang diperintahkan adalah infak yang qawam, yaitu infak pada tempatnya; infak yang sesuai dengan ketentuan syariah dalam rangka ketaatan kepada Allah; dlm erti kata lain infak yang halal.Infak yang demikian terdiri dari infak wajib, infak sunnah dan infak mubah.
Infak wajib dapat dibagi:
Pertama, infak atas diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan.
Kedua, zakat.
Ketiga, infak di dalam jihad. Infak sunnah merupakan infak dalam rangka hubungan persahabatan, membantu teman, memberi makan orang yang lapar, dan semua bentuk sedekah lainnya.Sedekah adalah semua bentuk infak dalam rangka atau dengan niat bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, iaitu semata-mata mengharap pahala dari Allah Swt. Adapun infak mubah adalah semua infak halal yang di dalamnya tidak terdapat maksud mendekatkan diri kepada Allah.
Islam memerintahkan kita agar menginfakkan harta sekaligus menjelaskan tatacaranya. Tentu infak fardhu wajib dilaksanakan. Infak sunnah hendaknya diperhatikan dan diupayakan sesuai kemampuan. Adapun infak mubah sebaiknya tidak diperbanyak, tetapi dilakukan sebatas keperluan saja, dan ditujukan pada yang lebih banyak manfaat daripada mudaratnya, sebagai bentuk kewaraan.
From Prince Al-Ayubi
No comments:
Post a Comment
Syukran for your nice comment. Please leave your comment again!!! (^_^)